Laporan Ikhsanul |Banda Aceh
SABANGINFO.COM,BANDA ACEH - Dalam upaya meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap pentingnya kearifan lokal dalam mitigasi bencana, TIM PKM-RSH USK Rumoh Aceh berkolaborasi dengan Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A) menggelar seminar bertajuk "Muda Bicara Budaya dan Bencana Aceh". Seminar ini dilaksanakan di Aula Museum Aceh pada Kamis 15 Agustus 2024
Dihadiri oleh 36 peserta, terdiri dari mahasiswa, peneliti, praktisi kebencanaan, serta masyarakat umum yang memiliki ketertarikan pada budaya dan mitigasi bencana. Seminar ini menampilkan tiga topik utama yang disampaikan oleh para ahli yang berdedikasi dalam bidangnya.
Topik pertama dibawakan oleh Tim PKM-RSH Rumoh Aceh, yang memaparkan bagaimana arsitektur tradisional Rumoh Aceh telah dirancang dengan memperhatikan aspek mitigasi bencana. Dalam sesi ini, peserta diajak untuk memahami konsep kehadiran rumoh aceh dimana tidak jauh-jauh dari masyarkat Aceh yang beradat dan berbudaya.
Tim PKM-RSH juga memaparkan elemen-elemen yang ada pada Rumoh Aceh sehingga mampu memitigasi sejumlah bencana, mulai dari bencana gempa bumi, tsunami, kebakaran, angin kencang hingga permasalahan kesehatan. Keunikan ini kemudian dikupas lebih jauh dengan melihat fenomena modernisasi Rumoh Aceh saat ini, faktor yang mendorong serta dampaknya terhadap nilai mitigasi bencana yang sejatinya ada pada Rumoh Aceh tradisional.
Sebelum berlanjut ke topik berikutnya, peserta dimanjakan dengan tampilan kreasi senandung SMONG sebagai salah satu kearifan lokal khas pulau Simelue, Aceh. Tampilan ini berhubungan dengan topik kedua yang dibawakan oleh dr. Imam Maulana, Peneliti dan Pengembang Kesenian Adaptasi Nandong Smong. Topik ini mampu menarik perhatian para peserta dengan kisah inspiratif dari Pulau Simeulue. Nandong Smong, sebuah seni tutur yang diwariskan turun-temurun, mengandung pesan-pesan mitigasi tsunami yang telah terbukti menyelamatkan ribuan nyawa saat tsunami 2004 melanda.
Dalam presentasinya, dr. Imam Maulana menjelaskan bagaimana lirik Nandong Smong menyampaikan peringatan dini dan petunjuk evakuasi melalui syair-syair yang mudah diingat. Ia juga menyoroti pentingnya melestarikan kesenian ini sebagai bagian dari pendidikan mitigasi bencana bagi generasi muda.
Ismiatul Ramadhian Nur, seorang peneliti dari Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (USK), menutup sesi seminar dengan presentasi bertajuk "Kearifan Lokal Mitigasi Bencana Indonesia". Ismiatul memaparkan berbagai contoh kearifan lokal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti tradisi masyarakat Suku Baduy dalam menjaga lingkungan alam, serta ritual adat masyarakat Jawa yang bertujuan untuk menghindari bencana.
Ia menekankan bahwa kearifan lokal ini tidak hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga merupakan strategi adaptasi yang telah teruji oleh waktu dalam menghadapi bencana alam. Ismiatul juga mengajak peserta untuk berpikir kritis tentang bagaimana mengintegrasikan kearifan lokal ini ke dalam kebijakan mitigasi bencana yang lebih luas dan modern.
Selain narasumber dan peserta, tamu undangan yang berasal dari berbagai instansi juga ikut meramaikan sesi diskusi dan tanya jawab. Nurhasanah, Ka.Subbag Tata Usaha Museum Aceh menyampaikan apresiasinya terhadap kajian dan seminar hari ini yang telah memaparkan keunikan Rumoh Aceh. "Saya mengapresiasi kajian yang dilakukan anak-anak muda tentang kearifan lokal.
Rumoh Aceh adalah warisan budaya yang sarat akan nilai-nilai pelestarian dan keselamatan jadi tentu harus dijaga dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan ketahanan masyarakat baik terhadap bencana maupun adat istiadat kita sebagai orang Aceh. Kemudian seminar ini juga merupakan langkah yang baik untuk mengangkat dan melestarikan kearifan lokal yang kita miliki." tambah Nurhasanah. Selain itu beliau juga sedikit menjelaskan tentang sejarah Rumoh Aceh yang saat ini menjadi objek wisata lokal, nasional maupun internasional.
Apresiasi juga turut disampaikan oleh T. Firdaus dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Beliau juga menambahakan tentang bagaimana kehadiran anak muda yang mampu melestarikan budaya lokal sebenarnya memiliki peran penting dalam mitigasi bencana. “ Sebagai contoh Rumoh Aceh, sebenarnya tidak hanya dijadikan sebagai tempat tinggal tetapi juga pusat informasi, dimana anak-anak muda dan orangtua berkumpul saling berdiskusi dan memberi informasi sehingga kearifan lokal itu terus diwariskan. Tetapi saat ini, hal itulah yang sulit bahkan tidak terjalankan.”
Seorang peserta, Pocut Alya Ratu Inara, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, menyatakan, “Saya sangat terpukau dengan kearifan lokal yang ternyata memiliki kompleksitas dimana tiap komponen di dalamnya tidak hanya memiliki nilai filosofis saja tetapi juga sangat fungsional.
Melalui seminar ini saya semakin tertarik untuk menggali lebih jauh sebenarnya kearifan lokal apa lagi yang dimiliki Aceh, apakah sudah hilang atau belum dilestarikan. Selain itu konsep acara hari ini tidak hanya berbicara bentuk kearifan lokal saja tetapi juga mengajak anak muda untuk berpartisipasi dalam aksi tanggap bencana.”
Sementara itu, Muhammad Hasan, Ketua Forum PRB Aceh, menambahkan, “Kajian tentang kearifan lokal ini menarik dan menambah wawasan baru dalam kebencanaan, apalagi dilakukan oleh anak muda. Saya yakin bahwa integrasi kearifan lokal dalam program mitigasi bencana akan lebih berdampak dengan kolaborasi pemuda, akademisi, peneliti, dan juga pemerintah . Saya berharap kegiatan seperti ini bisa terus dilaksanakan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan melestarikan kearifan lokal.” []
Post a Comment