Dari Catatan Sejarah, KMP Gurita tenggelam saat melakukan
Pelayaran dari Pelabuhan Malahayati Krueng Raya Aceh Besar, menuju Pelabuhan Balohan
Sabang, Pada Jum’at 19 januari 1996.
Kapal Fery buatan jepang pada tahun 1970. Pada Jum’at malam 19 januari 1996 kapal Gurita mengangkut 378
Penumpang. Sedangkan kapasitas kapal tersebut hanya 210 Penumpang.
Berdasarkan data yang diperoleh di Wikipedia, dari total
penumpang 378 orang, 282 diantaranya warga Sabang
KM Gurita adalah kapal feri yang tenggelam antara 5 - 6 mil laut dari Perairan Teluk Balohan, Kota Sabang, Aceh, yang terjadi pada tanggal 19 Januari 1996.KM Gurita merupakan alat transportasi utama
yang menghubungkan Pelabuhan Malahayati, Banda Aceh dan Sabang. Berdasarkan data yang dihimpun, 40 orang
dinyatakan selamat, 54 orang ditemukan meninggal, dan 284 orang dinyatakan
hilang bersama-sama dengan KM Gurita yang tidak berhasil di angkat dari dasar
laut.
Data Kapal
KMP Gurita :
1.
Tipe: Feri Roll On
- Roll Off (RORO)
2.
Panjang: 32,45 meter
3.
Lebar: 7,82 meter
4.
Tinggi: 2,54 meter
5.
Panjang Ukuran Tempat
Parkir: 2,30 meter
6.
Tahun Pembuatan: 1970
7.
Tempat Pembuatan: Bina
Simpaku, Tokyo, Jepang
8.
Berat: 196,08 Ton
9.
Kapasitas Penumpang: 210
orang
Kapal ini berangkat dari Pelabuhan Malahayati,KKKceh Besar, pukul 18.45 WIB menuju kota Sabang tanggal 19 Januari 1996. Menurut rencana, kapal tersebut seharusnya tiba di Pelabuhan Balohan pukul 21.00 WIB. Kapal ini menurut penuturan saksi mata yang menyaksikan keberangkatan kapal, melihat kapal memang kelebihan sekaligus sarat muatan, karena kapal yang memiliki kapasitas 210 orang, ternyata disesaki hingga mencapai 378 orang (282 orang warga Sabang, 200-an warga luar Sabang, serta 16 Warga Negara Asing), itupun diperparah dengan muatan barang yang mencapai 50 ton, meliputi 10 ton semen, 8 ton bahan bakar, 15 ton tiang beton listrik, bahan sandang-pangan kebutuhan masyarakat Sabang serta 12 kendaraan roda empat dan 16 roda dua.
Kejadian itu terjadi tiga hari sebelum pelaksanaan ibadah puasa, yaitu 22 Januari 1996. Jum'at sore itu ramai sekali penumpang yang hendak berangkat ke Sabang dengan Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Gurita yang bersandar di Dermaga Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar. Tidak ada yang aneh ketika sejumlah penumpang bergerak memasuki kapal yang tergolong tua tersebut. Hanya muatan yang penuh sesak dan seakan ini sudah menjadi kelaziman.
Jadwal
pelayaran pada Jumat sore, 19 Januari 1996 itu bertambah padat karena menyambut
masuknya bulan suci Ramadhan yang jatuh pada 22 Januari 1996. Dalam tradisi
masyarakat Aceh, satu atau dua hari menjelang Ramadhan adalah meugang, di mana
pada saat-saat itulah semua anggota keluarga sedapat mungkin bisa berkumpul.
Saksi mata yang tak jadi berangkat dengan KMP Gurita karena melihat kondisi
kapal yang sarat penumpang mengakui, pada saat meninggalkan Pelabuhan
Malahayati, kapal yang naas tersebut sarat penumpang dan barang.
“Saya takut melihat kapal tersebut, jadi saya
turun dan membatalkan untuk berangkat,” ujar Daud, penduduk Sabang yang
membatalkan niatnya menumpang KM Gurita pada malam itu. Sebagai seorang
pedagang yang terbiasa menumpang KM Gurita, Daud mengakui, pada malam
keberangkatan dari pelabuhan Malahayati, rasa takutnya tidak dapat ditolak. Ia
gelisah. Ada bisikan hati yang melarang Daud berangkat malam itu. “Bisikan itu
yang membuat saya selamat,” katanya.
Kisah lainya juga bernada sama, di ungkapkan
oleh Buchari (27), pemuda yang dikenal sebagai guru komputer di Sabang. Dia
menceritakan, pada malam itu ia tak jadi pulang ke Sabang, karena ada “sesuatu”
yang melarang. Padahal, nama Buchari sudah tercantum sebagai penumpang nomor
satu pada manifest. “Saya selamat, karena mengurungkan niat pulang malam itu,”
ujar Buchari.
Di kegelapan malam yang mencekam itu, KM Gurita mengalami gangguan cuaca dan angin kencang dari arah timur. Terjadinya gangguan, ditambah muatan yang melebihi kapasitas, mengakibatkan kapal tersebut menjadi oleng. Nakhoda tak dapat menguasai kapal yang oleng ke kiri dan ke kanan. Saksi mata mengatakan pada pukul 20:15 WIB, kapal penyeberangan itu masih terlihat dari pelabuhan Balohan
Sanak keluarga yang datang menjemput tak memperkirakan
kapal tersebut sedang mengalami gangguan dan tengah berjuang melawan badai.
Lampu masih terlihat jelas dari KM Gurita. Namun sekitar pukul 20:30 WIB, kapal
penyeberangan itu sudah tidak terlihat lagi. Sampai saat itu, belum ada satu
pun pejabat di pelabuhan Sabang yang menyatakan kapal mengalami musibah.
Pencarian terus dilakukan. hubungan dengan kapal terputus. Tak ada tanda-tanda
apa pun yang bisa diterima dari kapal feri itu. Kepastian musibah baru
diketahui empat jam setelah kejadian, yakni pada saat salah seorang penduduk
Pasiran, Kota Bawah Timur, Syahril (22 tahun) penumpang KM Gurita mampu
berenang mengarungi lautan dengan ombak yang ganas dan terdampar di Teluk
Keuneukai. Kabar yang di bawa Syahril itulah yang memastikan bahwa KM Gurita
tenggelam di dekat teluk Balohan. sejak saat itu, masyarakat di Pelabuhan
Sabang, menjadi gelisah. Sebagian masih tetap tabah menanti kedatangan
keluarganya, tetapi sebagian lagi mulai mencari daftar penumpang.
Dari
penuturan Syahril yang mengatakan kapal tenggelam itulah, disimpulkan bahwa
hasil penyelidikan final Tim Pencari Fakta yang bekerja selama sebulan
menyatakan, jumlah penumpang yang ada di KM Gurita ternyata 378 orang. Jumlah
orang itu diperoleh setelah seluruh data masuk dari masing-masing daerah. Dari
jumlah itu, terbanyak berasal dari Sabang, mencapai 282 orang dan 16 warga
negara asing (WNA). Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu masyarakat di Aceh, khususnya di pulau Sabang, sudah memperkirakan bakal terjadi musibah atas
KM Gurita. Perkiraan itu setelah melihat kondisi feri penyeberangan tersebut
yang sering batuk-batuk dan tak layak untuk berlayar lagi. Namun, karena
terbatasnya armada angkutan, Ditjen Perhubungan Darat dalam hal ini PT ASDP
(Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan)
terus mengoperasikan secara reguler kapal tua yang dibuat tahun 1970 di
galangan kapal Bina Simpaku, Tokyo, Jepang tersebut.
Penetapan
Tersangka
Musibah yang menimpa KM Gurita tak terlepas dari kealpaan
sejumlah pejabat perhubungan di Aceh. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan
Polda Aceh, ada enam pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Perhubungan
Aceh yang dinyatakan resmi sebagai tersangka kasus tenggelamnya KMP Gurita.
Berkas perkara keenam tersangka itu telah dilimpahkan Polda Aceh Kejaksaan
Tinggi dan terakhir, Kejati juga telah menyerahkan berkas perkaranya ke
pengadilan negeri di Banda Aceh. Keenam pejabat yang dinyatakan sebagai tersangka
tenggelamnya KMP Gurita itu adalah, AK (Kepala Cabang PT ASDP Banda Aceh), Drs.
Yus (Syahbandar), IH (Kepala Bagian Operasi PT ASDP Banda Aceh) dan tiga
pejabat di Bagian Administrator Pelabuhan (Adpel) Malahayati yakni AS,KD dan
BMA.
Menurut Kapolda waktu itu, walau mereka sudah dinyatakan sebagai tersangka, tetapi belum dilakukan penahanan, karena diyakini, keenam tersangka tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak pula mengulangi perbuatannya, atas dasar itulah mereka tidak ditahan. Keenam tersangka itu dipersalahkan melanggar pasal 263, 338, 359 KUHP serta undang-Undang Nomor 21/1992 tentang pelayaran.
Pasal 263 KUHP dikenakan kepada
para tersangka, karena para tersangka sengaja memalsukan sejumlah dokumen
mengenai pelayaran KMP Gurita, sehingga terjadi musibah yang menewaskan ratusan
orang itu. Pada pasal 359 KUHP disebutkan, karena kelalaian mereka menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain. Sedangkan pasal 338 KUHP,karena perbuatan tersangka
itu dianggap sebagai pembunuhan, begitu juga Undang-Undang Nomor 21/1992 yang
bisa mengancam mereka dengan hukuman lebih dari lima tahun penjara. Semua
tuduhan itu mutlak diberlakukan kepada mereka. Polda Aceh telah meminta
sedikitnya keterangan 60 orang saksi, baik yang ada di Sabang maupun di Banda
Aceh dan kabupaten Aceh Besar.
Post a Comment