Tradisi Khanduri Maulid di Sabang

 

Sulisna, Foto : Sabanginfo.com


Oleh : Sulisna | Penulis adalah Mahasiswi Prodi Hukum Ekonomi Syariah, STIS AL - Aziziyah Sabang



Khanduri Maulod (Kenduri Maulid) atau dengan kata lain Maulidurrasul bagi masyarakat Aceh terkait erat dengan peringatan hari kelahiran penghulu alam Nabi Muhammad SAW. utusan Allah SWT. yang terakhir, pembawa dan penyebar agama Islam. 


Masyarakat Aceh sebagai penganut agama Islam melaksanakan kenduri maulid setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. 


Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan rentang tiga bulan di atas, mempunyai Tujuan supaya warga masyarakat dapat melaksanakan khanduri secara keseluruhan dan merata. Maksudnya apabila pada bulan Rabiul Awal warga belum mampu melaksanakan kenduri, maka masih ada kesempatan pada bulan dua bulan lainnya. Umumnya seluruh gampong mengadakan kenduri Maulid hanya waktu pelaksanaannya yang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan dan kesempatan dari masyarakat.


Bulan Rabiul Awwal merupakan bulan yang memiliki makna yang luar biasa bagi kita selaku umat Islam, karena pada bulan ini nabi Muhammad dilahirkan ke atas permukaan bumi. Untuk mengenang sejarah kelahiran ini maka umat Islam di seluruh penjuru dunia melaksanakan perayaan maulid yang dikenal dengan sebutan  maulid nabi. Arti Maulid adalah kelahiran yang dalam hal ini adalah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. 


Setiap tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Hijriyah. Banyak umat muslim yang memperingatinya sebagai wujud rasa cinta kepada Rasulullah Muhammad SAW. Banyak kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tradisi dan budaya daerah setempat salah satunya kota Sabang.


Ketika masuk bulan Rabiul Awwal masyarakat di kota Sabang telah mempersiapkan jauh-jauh hari berbagai macam persiapan, seperti persiapan kebutuhan bahan pokok, persiapan secara teknis dengan mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksanaan maulid, jumlah meuripee (kumpul duit), undangan, hidangan, penentuan penceramah dan sebagainya. 


Biasanya Masyarakat di kota Sabang satu hari sebelum hari H untuk menyambut maulid, mereka melakukan gotong royong di kawasan mesjid/menasah ( musholla) di  kawasan Gampong yang menyiapkan maulid yang dilakukan oleh masyarakat khususnya bagi laki-laki gampong yang bersangkutan. 


Selain itu para ibu-ibu belanja bahan masakan di pasar untuk mempersiapkan acara maulid tersebut, ada yang membawa rantang ke mesjid/menasah dan ada juga yang membawa hidangan  atau biasanya dikenal di masyarakat aceh khususnya adalah Idang ( hidangan) lalu idang tersebut dibawa ke masjid atau meunasah dan kemudian dinikmati oleh para tamu yang diundang dari kampung lain, fakir miskin dan anak yatim.



para tamu tidak hanya sekedar menikmati hidangan tersebut di tempat secara bersama-sama namun juga mereka membawa pulang ke rumah masing-masing, dimana panitia telah menyediakan kantong plastik untuk membungkus makanan. 


Bahkan salah satu menu andalan yang wajib selalu ada pada saat perayaan maulid adalah kuah beulangöng atau sering disebut juga dengan gulee sie kameng, adalah masakan Aceh sejenis gulai yang berbahan baku utama daging kambing atau sapi dan nangka muda yang dimasak dalam belanga, yang disertai potongan pisang kepok, dan ditambah cabai kering, kelapa gongseng, kayu manis, dan bumbu rempah-rempah lainnya dan merupakan menu yang paling di minati oleh masyarakat aceh khususnya, masyarakat gampong tersebut bekerja sama khususnya bagi laki-laki setempat dalam hal memasak kuah beulangöng tersebut dalam jumlah yang lumayan banyak.


 Setelah kuah tersebut masak kuah itu pun dibagi rata  untuk seluruh masyarakat gampong tersebut. Agar masyarakat yang tidak hadir  ke mesjid biasanya perempuan bisa merasakan kuah khas tersebut, sedangkan yang laki-laki mereka pergi ke menasah untuk menyantap hidangan berbagai macam menu yang telah disiapkan. 


Di daerah ini juga, selain ada acara di Meunasah, masyarakat gampong secara pribadi bagi yang mampu juga membuat kenduri di rumah. Cuma yang diundang adalah kerabat-kerabat dekat di gampong lain untuk makan bersama di rumah tempat yang mengadakannya.


Perayaan maulid di daerah sini pun juga dirayakan dengan sambutan dzikir-dzikir (Meudike) pada saat acara maulid di mulai Untuk menyambut para tamu undangan untuk menyantap hidangan yang telah disiapkan oleh masyarakat setempat. Acara maulid pun berlangsung pada waktu siang harinya. 


Grup Dike ini pun ditampilkan oleh beberapa santri dari kalangan dayah atau pesantren. Dike adalah tradisi Aceh yang merupakan sya’ir, Dike bisa diartikan berzikir. Syeh dike harus mampu membangkitkan berbagai radat (irama) dalam melantunkan syair-syair dike. Syair dalam dike berisikan pujian kepada Allah, serta doa-doa agar peringatan maulid nabi mendapat berkah. 


Selain itu juga berisikan sejarah perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam menyebarkan agama islam. Sebagai variasi, dalam syair dike juga dimasukkan kisah-kisah yang bertemakan tentang pendidikan dan tamsilan-tamsilan yang bermanfaat bagi kehidupan. Setelah acara selesai, masyarakat pun gotong royong kembali untuk membersihkan area menasah/masjid. 


setelah semuanya selesai mereka pun beristirahat di rumah masing-masing karna malam nya dilanjutkan dengan acara dakwah yang disampaikan oleh Tengku/ ustadz yang diundang untuk melengkapi acara maulid tersebut. yang akan dimulai setelah sholat isya, Setelah sholat isya  pun masyarakat setempat pergi ke menasah untuk mendengarkan dakwah sampai acara dakwah pun selesai.


Pelaksanaan dari khanduri maulid di Gampong-gampong ini memberikan Dampak positif, diantaranya adalah Nilai spiritual, dengan Peringatan Maulid Nabi, Umat Muslim mensyukuri dan semakin meningkat rasa cintanya pada sang tauladan Penghulu Alam Nabi Besar Muhammad SAW. Nilai moral, memperingati Maulid Nabi, 


Ummat Muslim dapat mengambil hikmah atas kisah teladannya dan tentunya dapat mengamalkan nilai terpuji, akhlak, kejujuran, kesabaran dan ketulusan dalam kehidupan kita sehari hari. Nilai sosial, biasanya peringatan diwarnai dengan pemberian sedekah pada fakir miskin, timbul rasa kebersamaan, menghidupkan sikap toleran kemasyarakatan, dan menghidupkan silaturrahmi antar tetangga kampung. Nilai persatuan, dengan adanya kegiatan berzikir, gotong-royong, menyumbang, silaturrahmi bersama tentu akan membuat umat Muslim bersatu dalam satu wadah tanpa ada perselisihan antar Agama.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post