Oleh : Muammar, S.Pd.,M.Pd, Penulis adalah Dosen STIS AL - Aziziyah Sabang dan Pemerhati Sejarah Aceh.
Pada hari Jum'at 10 Juni 2022, Irwandi menghubungi saya agar dapat menjadi penguji sidang mahasiswa di Kampus STIS Al Aziziyah Sabang dengan Menggunakan baju adat kesultanan Aceh. Permintaan itu saya penuhi untuk menghidupkan kembali adat kesultanan Aceh Darussalam. Bukankah dulu di Bandar Aceh ada Dayah Manyang Baiturrahman atau Universitas Baiturrahman. Para pangeran muda semua alumni Dayah Manyang Baiturrahman yang gurunya datang dari seluruh dunia Islam.
Kami berangkat Sabtu 11 Juni 2022. Hari itu cuacanya cerah dan tidak memiliki ombak. Ketika duduk diatas kapal saya teringat kisah masa lalu tentang nenek moyang bangsa Aceh para pelaut dan pelayar handal. Bahkan dengan kapal layar 500 kapal layar dilengkapi meriam mengepung Portugis di Malaka.
Saya memilih datang ke Sabang karena dua hal pertama akan diadakan sidang mahasiswa Menggunakan baju adat seperti zaman dahulu era kesultanan Aceh Darussalam yaitu kampus Universitas Baiturrahman ( 1511 M-1873 M). Hal ini membuat saya bersemangat datang ke Sabang.
Yang kedua adalah saya ingin berziarah ke Makam Ummi Sarah Rubiah. Para guru kami mengatakan bahwa zaman kesultanan Aceh sejak Sultan Ali Mughayat Syah (1511 M-1530) Pulau Rubiah menjadi tempat karantina haji menuju Mekkah. Saya banyak membaca di Internet menemukan tulisan yang mengatakan asrama haji dibangun Belanda 1920 M. Sedangkan tak jauh dari sana ada makam Ummi Sarah Rubiah yang wafat 1779 M sezaman dengan Habib Abu Bakar Bin Husein Bilfaqih Atau Dikenal dengan Teungku di Anjong artinya ratusan tahun sebelum Belanda sudah ada karantina haji dari kesultanan Aceh Darussalam.
Belanda membangun Asrama Beton karena ancaman Sultan Abdul Hamid II (1878 M - 1909) yang marah karena Belanda mengganggu jamaah haji Aceh. Makanya untuk menenangkan Pemerintah Turki dan mengambil hati rakyat Aceh dibangun Asrama beton di pulau Rubiah.
Makanya misi kedua adalah meluruskan sejarah Aceh karantina Haji yang ada di Pulo Rubiah Sabang.
Setelah 45 Menit berlayar kami sampai ke Pulau Weh atau Sabang. Kami segera menuju kampus STIS Al Aziziyah Sabang. Kampus STIS Al Aziziyah Sabang terletak di Blang Tunong Balohan Sabang.
Kawasan kampus sangat asri dan juga terdapat Dayah Abu Di Pasi. Kampus STIS Al Aziziyah Sabang di bangun oleh alumni Dayah Al Aziziyah Samalanga dan merupakan kampus syariah pertama yang didirikan di Sabang tahun 2014.
Saya melihat kondisi kampus disamping bangunan kampus terdapat sungai kecil dan ada Kantin disana disamping kantin ada sumur yang berturap airnya ketika pagi hari cukup dingin. Kawasan kampus STIS Al Aziziyah cukup asri dan ketika malam kita melihat anak-anak mengaji dengan suara riuh rendah.
Setelah melakukan sidang terhadap beberapa mahasiswa dengan menggunakan pakaian adat Aceh. Malam harinya kami berkeliling kota Sabang dan beristirahat di Kampus. Tempat istirahat kami adalah bangunan zaman dulu yang terbuat dari kayu. Salah satu kelebihan Sabang banyak bangunan lama yang masih terjaga dengan baik.
Pagi Harinya kami bangun dengan suasana cukup dingin. Setelah sarapan pagi kami memutuskan berangkat ke Pulau Rubiah Sabang. Kami berangkat dari Arah kota menuju kawasan pulau Rubiah saya terpana memandang keindahan laut Sabang. Laut Sabang memiliki warna yang indah membiru lebih biru dari laut sirkasia. Kami kemudian Sampai kawasan Paya Sinara.
Kawasan Paya Sinara adalah kawasan penting kesultanan Aceh Darussalam. Kawasan Pulo Weh di kenal dengan nama Daerah Bibeuh dan Pemimpin Pulo Weh Wazir Panglima Paduka Sinara langsung berada dibawah Sultan Aceh. Panglima Paduka Sinara adalah panglima yang mempertahankan Wilayah Aceh dari musuh sebab Wilayah Sabang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Yang didarat katiboy Mulok
Yang di Laot Paduka Sinara
Nyoe mantong kamoe di Pulo Weh
Han akan teupeh Poteu Raja
Ini menandakan Panglima Paduka Sinara adalah salah satu Panglima penting yang mempertahankan wilayah Aceh Selain Laksamana Maharaja Indra Panglima Pidie.
Setelah puas melihat kawasan Paya Sinara yang nampak seperti danau kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kami kembali menikmati pemandangan yang indah hutan yang asri dan pemandangan laut yang indah mempesona. Setelah beberapa lama berjalan kami sampai di Iboih.
Kawasan Iboih adalah kawasan indah nan permai. Ketika kita berada dipinggir pantai Kita dapat melihat kejernihan air laut kita dapat melihat ikan berkejar-kejaran di dalam air. Bahkan saking jernihnya air di kawasan ini kita dapat melihat warna batu didalam air walaupun cukup dalam.
Kami di sambut oleh Teungku Rahmat Bungalow. Teungku Rahmat Bungalow ini adalah seorang teungku yang membuka penginapan syariah di Iboih sabang. Teungku Rahmat juga seorang yang amat menghormati habib dan ulama. Jika habib dan ulama datang beliau langsung menggratiskan penginapan untuk habib dan ulama. Ini adalah kedermawanan yang sangat langka dan Alhamdulillah masih ada orang dermawan yang tetap peduli dan melayani ulama. Sikap beliau lakukan untuk mengambil berkah dari habib dan ulama. Kami menanyakan kisah hidup beliau dan beliau menceritakan kisah hidup beliau. Kisah hidup Beliau adalah kisah perjuangan sejak kecil menghadapi kerasnya kehidupan sampai kemudian beliau berhasil mendirikan Bungalow atau Penginapan di Iboih.
Kemudian kami mengatakan ingin datang ke Pulo Rubiah dan kami menceritakan akan memakai baju adat Aceh. Saya memberikan baju Aceh Teuku Umar yang saya tempah di Garut. Beliau amat senang memakainya apalagi ketika memakai kupiah Turki Ertugrul. Ertugrul adalah Ayahanda dari Ghazi Osman pendiri Turki Utsmani.
Setelah selesai berfoto dan semua bahagia memakai baju Aceh dan Kupiah Turki kami memutuskan berlayar. Teungku Rahmat dengan memakai baju Aceh meukasab dan Kupiah Turki mengemudikan kapal. Ketika berlayar kami seolah-seolah telah kembali ke era kesultanan Aceh Darussalam. Semua senang dan bahagia diatas boat yang berlayar santai. 5 menit kemudian boat sampai Pulau Rubiah.
Pulo Rubiah adalah pulau yang indah. Dibawah air kita dapat melihat air yang jernih dan ikan yang berenang. Ketika kami turun semua mata memandang kearah kami terheran-heran dan ada juga yang berteriak kagum dan ada juga yang bercanda bahwa rombongan linto sudah datang. Kami tertawa mendengarnya.
Setelah salat Zuhur kemudian kami berziarah di dampingi oleh Teungku Rahmat yang sudah kami Panggil Panglima Iboih Wa Pulo Rubiah penjaga pantai iboih dan Embarkasi Haji Kesultanan Aceh Darussalam. Beliau menunjukkan semua lokasi termasuk makam Ummi Sarah Rubiah.
Kami berjalan ke Makam kawasan makam sudah lumayan bagus. Abiya Imran Pimpinan Kampus STIS Al Aziziyah Sabang mengucapkan salam kemudian memimpin doa di Makam Ummi Sarah Rubiah. Kami juga Melihat Asrama Haji hambatan pertama yang kami hadapi adalah pohon yang tumbang. Kami terkejut melihat kawasan asrama haji memprihatinkan dan jalan utama juga rusak. Abiya Imran kemudian memberikan penjelasan dan dalil-dalil tentang melindungi sejarah Untuk generasi yang datang dan berharap pemerintah perduli terhadap Asrama Karantina Haji. Apalagi kawasan Karantina Haji Pulo Rubiah sudah 511 Tahun sejak Sultan Ali Mughayat Syah.
Setelah meninjau Asrama Haji dan Makam Ummi Sarah Rubiah. Kemudian kawan-kawan memutuskan berenang di kawasan Pulo Rubiah. Konon katanya berendam dipantai Pulo Rubiah juga bisa menjadi pengobatan terhadap tubuh bisa jadi karena airnya yang bersih dan murni dan biru lebih biru dari birunya air laut sirkasia. Saya karena lagi kurang sehat memutuskan tidak Mandi dan berkeliling mewawancarai masyarakat sekitar untuk memperdalam tentang Ummi Sarah Rubiah. Setelah sore kami memutuskan kembali ke Iboih. Setelah mengucapkan Terima Kasih Kepada Pak Rahmat Bungalow atas pelayanan dan perhatian yang luar biasa kami memutuskan pulang ke Ke Kampus. Kami salat Magrib di Kawasan Paya Sinara setelan itu Kembali ke Blang Tunong dan beristirahat malam dan besoknya kami kembali ke Bandar Aceh Darussalam. Demikianlah kisah perjalanan ke negeri Pulo Weh.
Alkisah peri mengatakan cerita pada 913 tahun hijrah nabi naiklah Sultan Ali Mughayat Syah adalah Sultan itu yang pertama Ghazi dengan segala Kafir Feringgi (Portugis) maka terlalu banyak kafir terbunuh dan lari ke Malaka. Maka adalah Sultan Ali Mughayat Syah mashurlah ke seluruh dunia dipanggil Al Ghazi Fil Barri Wal Bahri yakni pejuang di darat dan laut maka adalah Sultan itu terlalu alim, lagi bijaksana, lagi amat kasih sayang akan segala rakyat maka Sultan itupun kembali ke Rahmatullah pada tahun 936 Tahun maka Naiklah Sultan Salahuddin sebagai Sultan Aceh. []
Post a Comment